PERLU ATURAN BARU PENGGANTI UU BHP
Anggota Komisi X DPR Popong Otje Djundjunan dari Fraksi Golkar menyatakan prihatin dengan dibatalkannya UU Badan Hukum Pendidikan (BHP), sebab yang jadi korban perguruan tinggi swasta sehingga tidak memiliki pegangan.
"Nanti yang harus dibuat oleh pemerintah peraturan yang tidak diskriminasi, apakah UU baru, Perpu atau PP yang direvisi, tapi yang jelas harus lebih baik," harap Popong saat RDPU dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Sawta Indonesia (APTSI) di Gedung DPR, Jakarta, Senin (19/4).
Lebih lanjut ia menjelaskan, dengan dicabutnya UU BHP dirinya mendorong untuk secepatnya dibuatkan Peraturan Pemerintah (PP).
Sementara itu, Parlindungan Hutabarat (F-PD) menyarankan Aptisi menggelar seminar untuk membahas khusus konsep pendidikan versi PTS. "Ini lho konsep pendidikan dari PTS. Tentu saja masukan dari PTS. Kalau perlu seminar itu menghasilkan rekomendasi perlu revisi UU Pendidikan Nasional termasuk drafnya," kata Parlindungan.
Sementara itu, menurut Wakil Ketua Komisi X DPR Rully Chairul Azwar (F-PG) mengatakan, dengan dibatalkannya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) menyebabkan kekosongan hukum.
“Kekosongan hukum tersebut harus kita pikirkan, guna memberikan payung hukum kepada yayasan di Perguruan Tinggi Swasta,”jelasnya
Hal senada diungkapkan oleh Dedi Gumelar anggota Komisi X dari F-PDIP, menurutnya dengan dibatalkannya UU BHP, perlu adanya penyusunan Peraturan Pemerintah, “Saya harap bapak-bapak sekalian dapat ikut terlibat memberikan masukan dalam menyusun PP,”tegasnya.
Menanggapi hal tersebut Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Dr Ir H Suharyadi MS menyatakan tidak menyangka UU Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) akan dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
"Kita memang tidak menyangka bahwa UU BHP akan dicabut. Kalau pun akan dibatalkan, tidak seluruhnya, hanya sebagian dari pasal-pasalnya saja. Saya tidak tahu, apakah bisa kita lihat lagi pasal-pasal yang mungkin masih bisa dipakai," kata Suharyadi.
Pascapembatalan UU BHP, kata Suharyadi harus ada kajian bersama misalnya perbaikan UU yayasan atau dibentuk UU baru. "Mungkin nanti bisa dirumuskan bentuk badan pendidikan itu seperti apa," kata Suharyadi.
Dikesemptan yang sama, Suharyadi juga meminta pemerintah untuk membatasi jumlah PTS. Menurutnya dengan jumlah yang banyak menyebabkan persaingan tidak terkendali dan berakibat pada kualitas yang rendah.
"Saat ini ada 3.017 PTS. Saya mohon jangan lagi dibuka, sebab terlalu banyak, sebab setelah berdiri kemudian dibiarkan mati," kata Suharyadi.
Suharyadi menuturkan, pada zaman Menteri Pendidikan Nasional Fuad Hasan, jumlah PTS kurang lebih 1.500. Itu pun sudah sangat banyak. "Sekarang, sudah dua kali lipatnya. Kalau ini tidak diantisipasi maka bisa 4.000-an PTS. Persaingannya sudah tidak sehat," tandasnya Suharyadi.(nt) Foto:Iwan Armanias.